Refugia atau refugium secara etimologis berasal dari bahasa Latin ‘refugium’ yang berarti tempat untuk mengungsi atau menyingkir. Sedangkan menurut istilah biologi, refugia yaitu suatu area dengan kondisi lingkungan yang mendukung keberlangsungan hidup suatu spesies atau komunitas setelah terjadinya kepunahan di area sekitarnya. Dalam bidang pertanian, refugia dikaitkan dengan salah satu metode pengendalian hama/penyakit tanaman terpadu secara alami dengan mengkondisikan suatu area sebagai habitat hewan polinator, predator (capung & laba-laba), serangga parasit, dan patogen (jamur, bakteri, virus) bagi hama.
Metode pengendalian hama menggunakan refugia ini menjadi salah satu solusi untuk mengganti pestisida kimiawi sekaligus mendukung pertanian organik. Cara mengkondisikan area sebagai refugia yaitu dengan menanam tanaman yang dapat mendukung keberlanjutan hidup dan melindungi organisme pengendali hama. Menurut Andayani (2019), dalam menerapkan refugia perlu memperhatikan masa tanam refugia, dimana sebaiknya tanaman refugia ditanam sebelum tanaman utama agar musuh alami hama maupun serangga polinasi dapat berkembang biak dan berlindung di habitat buatan tersebut. Selain itu, penanaman refugia sebaiknya disejajarkan dengan arah sinar matahari supaya tidak mengganggu penyinaran matahari bagi tanaman utama. Beberapa daerah di Indonesia telah memulai menerapkan penanaman refugia di areal persawahan, antara lain di Banyumas, Jawa Tengah; Klaten, Jawa Tengah; Nganjuk dan Ponorogo, Jawa Timur; Kulonprogo, DIY; dan Belitang, OKU Timur, Sumatera Selatan.
Tanaman yang dapat digunakan dalam refugia mempunyai karakteristik warna bunga yang mencolok, regenerasi cepat, dan berkelanjutan. Selain itu tanaman juga sebaiknya cocok dijadikan tanaman tumpangsari, bibit mudah diperoleh, dan pemeliharaannya mudah (Andayani, 2019). Contoh tanaman untuk refugia yaitu bunga kertas (Zinnia sp.), bunga kenikir (Cosmos sp.), bunga matahari (Helianthus anuus), kacang panjang (Vigna sylindrica), jagung (Zea mays), pegagan (Centella sp.), bayam (Amaranthus sp.), bunga tahi ayam (Tagetes erecta), bandotan (Ageratum sp.), dan ketul atau ajeran (Bidens pilosa).
Penanaman refugia sebagai salah satu teknologi pengendalian hama terpadu bertujuan untuk mencapai keseimbangan ekosistem antara hama dan musuh alam agar tetap di bawah ambang ekonomi. Sebagai salah satu bentuk rekayasa ekosistem, refugia dapat dilakukan bersamaan dengan beberapa metode pengendalian hama lainnya yaitu menghindari penggunaan insektisida pada awal masa tanam, menggunakan pupuk organik sebagai manipulasi fauna detritivor, menerapkan sistem integrasi palawija pada tanaman padi dan rotasi palawija setelah tanaman padi, mengatur waktu tanam, pemberian bahan organik untuk meningkatkan keanekaragaman dan jumlah musuh alami, dan diversifikasi tanaman refugia (Baehaki et al., 2016).
Berdasarkan penelitian Hermanto dkk. (2014) tentang ‘’Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Berbasis Rekayasa Ekologi Terhadap Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens) dan Musuh Alami pada Pertanaman Padi.’’ Pada penelitian tersebut, terdapat dua perlakuan pada areal sawah yaitu rekayasa ekosistem dengan menanam tanaman refugia berupa wijen, kenikir, dan bunga matahari serta tanpa rekayasa ekosistem atau metode konvensional. Jenis musuh alami wereng batang coklat yang ditemukan pada kedua areal sawah selama penelitian berlangsung yaitu kepik mirid (Cyrtorhinus lividipennis), semut semai(Paederus fuscipes), kumbang botol (Ophionea indica), kumbang koksi (Coccinella arcuata), dan laba-laba. Jumlah individu musuh alami pada areal dengan rekayasa ekosistem lebih tinggi daripada areal dengan metode konvensional. Menanam refugia tentunya dapat dijadikan salah satu solusi pengendalian hama terpadu yang ramah lingkungan karena dapat meminimalisasi penggunaan pestisida kimiawi. Namun metode penanamannya tidak boleh sembarangan, sebaiknya sesuai dengan beberapa saran yang telah dikemukakan di atas. Praktek penanaman refugia juga sudah banyak dilakukan sehingga kita dapat belajar dari petani maupun penyuluh pertanian perihal metode yang baik dan benar dalam mengelola refugia.
Teks : Nurina Indriyanti / Yayasan Kanopi Indonesia.